Selasa, 03 November 2009

Renungan 23 tahun perjalanan


Ya Rabb….Aku pernah sangat jauh dariMu. Habis waktu untuk kesenangan duniawi. Subuh kesiangan, Zuhur habis buat makan siang, Ashar tanggung sedikit lagi pulang, Maghrib ada di jalan, Isya berbaring tidur kelelahan. Kalaupun ada waktu untuk berbuat amal, itu harus seijin rasa malas di hatiku. Malu rasanya ktika masa “suram” itu kembali teringat.

Ya Rabb, aku bersyukur dgn cahaya hidayah dariMu. Aku bersyukur karena sekarang aku menemukan jalan untuk lebih mengenal cintaMu…Aku membuka hadits, ”Orang yang cerdas adalah orang yang merendahkan dirinya dan berbuat untuk masa setelah mati. Orang yang lemah adalah yang memperturutkan hawa nafsunya dan berharap (banyak) pada Allah”. (HR.Turmuzi, dari riwayat Syaddad bin Aus ra.)

Ternyata pengharapan padaMu saja tak cukup. Aku masih sering menyerah pada diri sendiri di tengah komitmen hendak berbuat. Harapan tanpa kekuatan itu disabdakan Rasulullah Saw sebagai kelemahan. Mengapa aku lemah?

Mampukah aku menjadi yang terbaik diantara sekian juta para pemburu satu cinta, sejuta pengampunan dan seribu keberkahan? Aku malu menanyakannya pada diriku sendiri.

Masih tersisa kedengkian. Masih ada prasangka buruk. Masih juga bersemayam ketersinggungan dan gerutu ketidakpuasan. Masih ada pandangan mata khianat. Masih ada ketajaman lidah yang melukai hati. Masih juga mengoleksi berita-berita tak bernilai. Masih saja melafazkan kata-kata tak bermakna. Lantas, apa makna tengadahan tangan di tengah malam yang diiringi isak pengharapan. Sekali lagi, pengharapan yang lemah yang kalah oleh nafsu.

Aku terduduk lemas. Alhamdulillah Kau memberi kekuatan untuk mengungkapkannya. Aku pandangi lama-lama refleksi kegundahan ini.

Aku sadari jalan yang aku pilih ini banyak tikungan tajam. Dan aku terjatuh. Kakiku tergelincir oleh kerikil kecil bernama kelalaian. Hanya dgn kerikil kecil saja aku bisa terjatuh, bagaimana jika batu besar yg menghadang langkahku?Ya Rabb, aku malu.

Alhamdulillah, aku masih bisa bangkit meneruskan perjalanan. Meski aku tahu, kini aku jauh tertinggal. Aku belum bisa menjadi yang terbaik. Tapi aku masih bisa berharap untuk menjadi baik. Karena aku masih bersama orang-orang baik bahkan mereka ada di depanku, orang-orang terbaik itu.

Tiba-tiba aku ingin menangis. Namun, aku tak mampu. Ya Rabb, aku ingin mengeluarkan air mata ini untukMu. Aku khawatir kesulitan ini tersendat karena kemurkaanMu.

Air bening itu tersendat. Jangan-jangan karena kesalahanku. Karena tumpukan-tumpukan egoisme. Karena tumpukan-tumpukan kotoran buruk sangka. Karena tumpukan-tumpukan gerutu. Karena tumpukan-tumpukan doa-doa yang kosong. Terkunci oleh hawa nafsu.

Mengapa pelupuk mataku panas. Namun, aku malu untuk menumpahkan air mata. Ya, air mata bening itu hanya ingin kutunjukkan padaMu. Bukan untuk memperturutkan rasa dan emosi serta mengalahkan rasio. Meski… jebol juga tanggul itu.

Jangan Kau murkai hamba ini ya Rabb. Hamba masih terus berharap pembebasan dari murkaMu di hari-hari pembebasan ini.

Ya Allah, jadikanlah nama hamba ada dalam daftar pembebasan itu. Juga nama kedua orang tua hamba, keluarga hamba, para guru hamba, saudara-saudara hamba serta siapa saja yang mempunyai hak atas hamba. Amin.

Ya Rabb…Alhamdulillah, usiaku beranjak ke angka dua puluh tiga pagi ini. Dua puluh tiga tahun sudah perjalanan hidupku. Tiap kali bertambah usia, renungan demi renungan aku lakukan. Tahun ini, aku terima semua yang terjadi dalam hidupku, tanpa perlu kecewa ketika menghadapi kenyataan bahwa keinginanku masih belum Kau penuhi. Ya Rabb terima kasih, aku diberi kesempatan untuk memperbaiki diriku dan menangkap hikmah dari semua kejadian.

Samarinda, 16 Juni 2009
~sahira~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar