Rabu, 11 November 2009

Penantian Annisa


Andai kutahu...kapan tiba ajalku... Suara nada dering SMS berbunyi dari hp Annisa. Annisa yang sedang menyiapkan semangkuk mie kesukaannya menyambar benda mungil yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dari Mbak Ida, murobinya, Annisa membaca kata demi kata.

Dari : Mbak Ida Ass. Nis, sepertinya ada berita kurang baik untuk ukhti. Ikhwan yang kemarin mengajukan diri sepertinya mundur. Sepertinya alasannya adalah beliau mencari istri yang tidak belajar di rumah. Dan beliau memilih mundur Ukh, sabar ya Ukh, pasti Allah akan tunjukkan jalan terbaik untuk Ukhti.

Annisa menghela napas selesai membaca SMS itu. Annisa tercenung sebentar dan kembali menyiapkan mie, makan malamnya malam itu. Buat Annisa, yang terjadi beberapa menit lalu bukanlah hal besar. Setidaknya Annisa sudah bisa mengkondisikan hatinya untuk menerima semua yang harus terjadi. Annisa menganggap semua itu hanya babak dalam skenario hidupnya. Skenario hidup yang harus dijalaninya.

Hidup memang penuh dengan pilihan, tapi kadang Annisa pun tidak bisa memilih, dia hanya bisa menerima dengan pasrah episode hidupnya. Kegagalan ini adalah kegagalan yang kesekian kalinya bagi Annisa. Rupanya Annisa sudah benar-benar terbiasa dengan kegagalan. Khususnya gagal dalam ta'aruf. Ada saja halangan yang merintanginya dalam hal jodoh ini. Apakah dia tak cantik? Apakah dia terlalu pemilih? Ataukah dia terlalu angkuh? Sehingga sampai menginjak usia 32 tahun pun dia masih belum bertemu dengan jodohnya.

Annisa tak pernah memikirkan apa sebab dia belum menikah sampai kini, yang ada dalam pikirnya memang Allah belum mempertemukan dirinya dengan jodoh yang Allah siapkan untuk dirinya. Dan itulah yang menbuatnya tetap tersenyum menghadapi kalimat Tanya para tetangga yang sering mengusik dirinya. Kapan? Mau sampai kapan? Senyum mengembang dan selalu ceria dengan keoptimisan. Jika Allah sudah berkehendak, siapa yang bisa menolak? Dan keoptimisan itulah yang membuatnya terus berikhtiar. Annisa hanya berharap keoptimisannya bukan bentuk keangkuhan apalagi keriyaannya.

Annisa membuka sebuah amplop coklat dari lacinya. Amplop surat yang diterimanya sebulan lalu. Surat dari Ummi yang isinya menanyakan perihal jodohnya. Dibacanya baris demi baris isi surat itu. Annisa kembali menghela napas. Ummi yang sangat disayangnya kini pun menanyakan tentang jodoh. Ummi yang kini jauh darinya pun kini gundah. Mungkin Ummi pun jengah dengan pertanyaan-pertanyaan dari sekeliling. Kasihan Ummi, tapi Annisa tak tahu lagi Mi, apa yang harus Annisa lakukan. Wajah Ummi yang kini jauh membayang di pelupuk mata Annisa. Ah, Ummi, wanita itu kini semakin senja dan Annisa pun belum bisa menjawab pertanyaannya sampai saat ini.

Sebuah map biru penuh dengan laporan keuangan bulan ini siap di antar Annisa ke meja Pak Ibrahim. Pak Ibrahim adalah atasan Annisa di perusahaan itu. Setiap bulannya Annisa mengantarkan laporan keuangan kepada beliau. Pak Ibrahim sosok pemimpin yang baik, perhatian pada karyawannya. Annisa merasa kerasan bekerja di perusahaan itu. Tidak hanya Annisa, kawan-kawannya pun merasakan hal yang sama. Pak Ibrahim begitu peduli dan perhatian pada karyawannya.

"Assalamualaikum, Pak" salam Annisa pada Pak Ibrahim yang sibuk menjawab telepon. Pak Ibrahim memintanya duduk dengan isyarat. Annisa pun duduk.

"Ini Pak, laporan yang Bapak minta"kata Annisa sambil menyodorkan map biru yang dibawanya.

"Terima kasih, ya"jawab Pak Ibrahim setelah selesai menelpon.

"Bagaimana keadannmu Sa,baik-baik saja? Bagaimana ibumu?"Tanya Pak Ibrahim. Pertanyaan yang biasa dilontarkan Pak Ibrahim pada dirinya. Dan Annisa pun yakin tidak hanya pada dirinya pertanyaan itu dilontarkan.

"Alhamdulillah, Pak. Baik. Beliau sehat."jawab Annisa.

"Sa, siang ini saya mau makan di luar. Kamu mau menemani?"Tanya Pak Ibrahim. Annisa berusaha tersenyum dengan ajakan itu. Otaknya berputar memikirkan kalimat apa yang harus dijawabnya.

"Ehm...maaf Pak. Saya kebetulan shoum hari ini. Mungkin lain kali."Alhamdulillah akhirnya kebiasaan Annisa ini menyelamatkannya. "Oh iya, Kamis ya? Maaf kalau begitu. Nanti lain waktu saja ya?" jawab Pak Ibrahim.

Annisa kembali ke ruangannya dengan pearasaan damai. Meski tidak enak, Annisa merasa lega. Tak dapat dibayangkan jika dia menerima ajakan makan Pak Ibrahim. Hanya berdua? Oh tidak, meski pun hanya makan Annisa takkan mau melakukan itu, berpikir saja tidak.

Annisa menemukan sebuah surat bersampul putih di atas meja kerjanya. Karena tidak ada pengirimya Annisa pun penasaran untuk membukanya.

Assalamualaikum wr.wb. Menemui Annisa... Sebenarnya saya tahu ini tidak pantas saya lakukan terhadap karyawan saya. Tapi saya tidak bisa bohong pada hati saya bahwa kehadiran Annisa di perusahaan ini benar-benar membuat hidup saya lebih berarti. Apakah selama ini Annisa tidak menyadari perhatian saya ke Annisa ? Saya sudah bicarakan pada istri saya dan istri saya tidak keberatan untuk berbagi dengan Annisa. Semoga allah memberikan surga pada istri saya. Dan melalui surat ini sudikah Annisa membiarkan seorang wanita masuk surga (maksud saya istri saya)? Ibrahim

Darah Annisa mengalir cepat ke kepala .Dadanya bergemuruh. Kepalanya serasa berputar. Masya Allah...apalagi ini? Episode hidup apa lagi yang harus hamba jalani ya Allah? Annisa terduduk gemetar memegang surat itu. Annisa berusaha menenangkan hatinya. Berkali-kali istighfar diucapnya. Hatinya belum tenang. Annisa benar-benar tak berdaya. Ada yang mendesak-mendesakdi dalam dadanya. Perlahan tapi pasti setitik demi setitik air mata Annisa mengalir.

Annisa teringat surat dari Ummi yang menanyakan perihal jodohnya. Annisa teringat proses taarufnya yang sampai kini selalu gagal. Ya Allah, inikah episode hidup yang harus aku jalani? Menjadi istri kedua bosku? Kedua? Poligami bukan hal yang buruk dan tidak ada larangan laki-laki berpoligami.

Annisa benar-benar berada dalam kebimbangan. Annisa tak tahu lagi yang harus dilakukannya selain langsung pergi ke penciptanya Allah Al Hakim... Dalam isak tangisnya Annisa menumpahkan segala rasa di hatinya. Apakah aku harus menerima? Pak Ibrahim cukup baik, alim, perhatian, tetapi ….dia punya istri. Sementara itu usia Annisa semakin bertambah. Ummi sudah meminta meminta jawaban atas jodohnya.

Annisa hanya berani menumpahkan segala gundahnya dalam sujud. Annisa melakukan ini untuk menenangkan jiwanya yang galau. Jika menjadi istri kedua adalah jalan hidup yang harus ditempuhnya. Annisa ikhlas tetapi masuk dalam kehidupan orang lain dengan cara poligami? Oh…tidak. Pagi ini Annisa hadir lagi di kantor setelah tiga hari tidak masuk dengan alasan sakit. Setibanya di meja yang biasa dipakainya untuk bekerja, Annisa segera merapikan barang-barangnya. Zahra terbengong-bengong pada apa yang dilihatnya.

"Mau kemana, Nis?" tanyanya heran.

"Mulai hari ini aku gak di sini lagi. Aku harus pulang kampung. Kehidupan lain menungguku. Doakan aku ya." jawab Annisa.

"Kamu resign?" tanyanya lagi.

"Iya, surat pengunduran diriku sudah di Bu Siti. Hari ini Pak Ibrahim tidak ada kan? Beliau masih di rumah sakit kan? Menunggu istrinya?" jawab Annisa

Hari ini Annisa mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Poligami memang tidak dilarang, tetapi tidak ada dalam kamus hidupnya menyakiti wanita lain dengan sengaja. Meskipun Bu Aisyah, mengizinkan suaminya menikah lagi dengan dirinya pastilah bukan tanpa risiko. Dan kini Bu Aisyah terbaring lemah dan divonis typus oleh dokter. Rupanya keputusannya yang luar biasa itu mengantarnya ke ranjang rumah sakit dan terbaring lemah di sana. Annisa akan semakin merasa bersalah jika mengikuti kemauan Pak Ibrahim.

Kini Annisa kembali ke kampung halamannya ke rumah Umminya. Kembali ke pelukan hangat Ummi. "Sabar Ummi... jika sudah waktunya tidak akan tertukar apa pun yang sudah jadi keputusanNya"bisiknya lirih pada Ummi.
By : Ade Ganiarti
Taken from www.matadunia.com

Hmm...ini hanya sepenggal kisah annisa, aku yakin banyak annisa-annisa yang lain di setiap jengkal bumi Allah...

Untukmu para ikhwan, jika hukum pernikahan seorang laki-laki telah masuk kategori wajib, dan segalanya pun telah terencana dengan matang dan baik, maka ingatlah kata-kata bijak, "jika berani menyelam ke dasar laut mengapa terus bermain di kubangan, kalau siap berperang mengapa cuma bermimpi menjadi pahlawan?" ~sahira~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar